Biografi Soekarno – Ir. Soekarno adalah
sosok orang terpenting dalam sepanjang catatan sejarah memerdekaan bangsa indonesia
dari penjajahan Belanda. Beliau adalah proklamator kemerdekaan indonesia
bersama Mohammad Hatta pada tanggal 17 Agustus 1945. Ir. Soekarno juga
merupakan Presiden Pertama Republik Indonesia yang menjabat
pada periode 1945-1966. Beliau dilahirkan di Surabaya pada tanggal 6 Juni 1910
dan pada usianya yang ke 69, sosok penggali pancasila ini meninggal dunia di
RSPAD (Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat) Gatot Subroto, Jakarta pada tanggal 21
Juni 1970. Semasa hidupnya, Presiden Soekarno banyak mendapatkan penghargaan,
antara lain penghargaan dari 26 Universita (luar negeri dan dalam negeri) dan
meskipun beliau sudah meninggal dunia, Presiden Ir. Soekarno, juga
tetap mendapat penghargaan sebagai bintang kelas satu oleh Presiden Afrika
Selatan, Thabo Mbeki.
Dibawah ini merupakan sejarah kehidupan Presiden
Soekarno Lengkap dari masa kecil dan masa remaja, kiprah politik
Presiden Soekarno hingga wafatnya Ir, Soekarno dan lain-lain.
BIOGRAFI IR. SOEKARNO PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERTAMA
1. NAMA KECIL IR. SOEKARNO
Ketika dilahirkan, Soekarno diberikan nama Kusno Sosrodihardjo oleh
orangtuanya.Namun karena ia sering sakit maka ketika berumur lima tahun namanya
diubah menjadi Soekarno oleh ayahnya. Nama tersebut diambil dari seorang
panglima perang dalam kisah Bharata Yudha yaitu Karna. Nama “Karna” menjadi
“Karno” karena dalam bahasa Jawa huruf “a” berubah menjadi “o” sedangkan awalan
“su” memiliki arti “baik”.
Di kemudian hari ketika
menjadi Presiden R.I., ejaan nama Soekarno diganti olehnya sendiri menjadi
Sukarno karena menurutnya nama tersebut menggunakan ejaan penjajah (Belanda).
Ia tetap menggunakan nama Soekarno dalam tanda tangannya karena tanda tangan
tersebut adalah tanda tangan yang tercantum dalam Teks Proklamasi Kemerdekaan
Indonesia yang tidak boleh diubah. Sebutan akrab untuk Soekarno adalah Bung
Karno.
Asal Usul Nama Achmed
Soekarno
Di beberapa negara Barat, nama Soekarno
kadang-kadang ditulis Achmed Soekarno. Hal ini terjadi karena ketika Soekarno
pertama kali berkunjung ke Amerika Serikat, sejumlah wartawan
bertanya-tanya, “Siapa nama kecil Soekarno?” karena mereka
tidak mengerti kebiasaan sebagian masyarakat di Indonesia yang hanya
menggunakan satu nama saja atau tidak memiliki nama keluarga. Entah bagaimana,
seseorang lalu menambahkan nama Achmed di depan nama Soekarno. Hal ini pun
terjadi di beberapa Wikipedia, seperti wikipedia bahasa Ceko, bahasa Wales, bahasa
Denmark, bahasa Jerman, dan bahasa Spanyol.
Sukarno menyebutkan bahwa
nama Achmed di dapatnya ketika menunaikan ibadah haji. Dalam beberapa versi
lain, disebutkan pemberian nama Achmed di depan nama Sukarno, dilakukan oleh
para diplomat muslim asal Indonesia yang sedang melakukan misi luar negeri
dalam upaya untuk mendapatkan pengakuan kedaulatan negara Indonesia oleh
negara-negara Arab.
2. KEHIDUPAN IR. SOEKARNO
Masa Kecil dan Remaja
Soekarno
Soekarno dilahirkan dengan seorang ayah yang bernama Raden Soekemi
Sosrodihardjo dan ibunya yaitu Ida Ayu Nyoman Rai. Keduanya bertemu ketika
Raden Soekemi yang merupakan seorang guru ditempatkan di Sekolah Dasar Pribumi
di Singaraja, Bali. Nyoman Rai merupakan keturunan bangsawan dari Bali dan
beragama Hindu sedangkan Raden Soekemi sendiri beragama Islam. Mereka telah
memiliki seorang putri yang bernama Sukarmini sebelum Soekarno lahir. Ketika
kecil Soekarno tinggal bersama kakeknya, Raden Hardjokromo di Tulung Agung,
Jawa Timur.
Ia bersekolah pertama kali
di Tulung Agung hingga akhirnya ia pindah ke Mojokerto, mengikuti orangtuanya
yang ditugaskan di kota tersebut. Di Mojokerto, ayahnya memasukan Soekarno ke
Eerste Inlandse School, sekolah tempat ia bekerja.Kemudian pada Juni 1911
Soekarno dipindahkan ke Europeesche Lagere School (ELS) untuk memudahkannya
diterima di Hoogere Burger School (HBS). Pada tahun 1915, Soekarno telah
menyelesaikan pendidikannya di ELS dan berhasil melanjutkan ke HBS. di
Surabaya, Jawa Timur. Ia dapat diterima di HBS atas bantuan seorang kawan
bapaknya yang bernama H.O.S. Tjokroaminoto. Tjokroaminoto bahkan memberi tempat
tinggal bagi Soekarno di pondokan kediamannya. Di Surabaya, Soekarno banyak
bertemu dengan para pemimpin Sarekat Islam, organisasi yang dipimpin
Tjokroaminoto saat itu, seperti Alimin, Musso, Dharsono, Haji Agus Salim, dan
Abdul Muis. Soekarno kemudian aktif dalam kegiatan organisasi pemuda Tri Koro
Darmo yang dibentuk sebagai organisasi dari Budi Utomo. Nama organisasi
tersebut kemudian ia ganti menjadi Jong Java (Pemuda Jawa) pada 1918. Selain
itu, Soekarno juga aktif menulis di harian “Oetoesan Hindia” yang dipimpin oleh
Tjokroaminoto.
Tamat H.B.S. tahun 1920,
Soekarno melanjutkan ke Technische Hoge School (sekarang ITB) di Bandung dengan
mengambil jurusan teknik sipil dan tamat pada tahun 1925. Saat di Bandung,
Soekarno tinggal di kediaman Haji Sanusi yang merupakan anggota Sarekat Islam
dan sahabat karib Tjokroaminoto. Di sana ia berinteraksi dengan Ki Hajar
Dewantara, Tjipto Mangunkusumo dan Dr. Douwes Dekker, yang saat itu merupakan
pemimpin organisasi National Indische Partij.
3. KIPRAH POLITIK SOEKARNO
Pada tahun 1926, Soekarno mendirikan Algemene Studie Club di Bandung yang
merupakan hasil inspirasi dari Indonesische Studie Club oleh Dr. Soetomo.
Organisasi ini menjadi cikal bakal Partai Nasional Indonesia yang didirikan
pada tahun 1927. Aktivitas Soekarno di PNI menyebabkannya ditangkap Belanda
pada bulan Desember 1929, dan memunculkan pledoinya yang fenomenal: Indonesia
Menggugat, hingga dibebaskan kembali pada tanggal 31 Desember 1931.
Pada bulan Juli 1932,
Soekarno bergabung dengan Partai Indonesia (Partindo), yang merupakan pecahan
dari PNI. Soekarno kembali ditangkap pada bulan Agustus 1933, dan diasingkan ke
Flores. Di sini, Soekarno hampir dilupakan oleh tokoh-tokoh nasional. Namun
semangatnya tetap membara seperti tersirat dalam setiap suratnya kepada seorang
Guru Persatuan Islam bernama Ahmad Hasan.
Pada tahun 1938 hingga
tahun 1942 Soekarno diasingkan ke Provinsi Bengkulu.
Soekarno baru kembali bebas
pada masa penjajahan Jepang pada tahun 1942.
Pada awal masa penjajahan Jepang (1942-1945), pemerintah Jepang sempat tidak
memperhatikan tokoh-tokoh pergerakan Indonesia terutama untuk “mengamankan”
keberadaannya di Indonesia. Ini terlihat pada Gerakan 3A dengan tokohnya
Shimizu dan Mr. Syamsuddin yang kurang begitu populer.
Namun akhirnya,
pemerintahan pendudukan Jepang memperhatikan dan sekaligus memanfaatkan tokoh
tokoh Indonesia seperti Soekarno, Mohammad Hatta dan lain-lain dalam setiap
organisasi-organisasi dan lembaga lembaga untuk menarik hati penduduk
Indonesia. Disebutkan dalam berbagai organisasi seperti Jawa Hokokai, Pusat
Tenaga Rakyat (Putera), BPUPKI dan PPKI, tokoh tokoh seperti Soekarno, Hatta,
Ki Hajar Dewantara, K.H Mas Mansyur dan lain lainnya disebut-sebut dan terlihat
begitu aktif. Dan akhirnya tokoh-tokoh nasional bekerjasama dengan pemerintah
pendudukan Jepang untuk mencapai kemerdekaan Indonesia, meski ada pula yang
melakukan gerakan bawah tanah seperti Sutan Syahrir dan Amir Sjarifuddin karena
menganggap Jepang adalah fasis yang berbahaya.
Presiden Soekarno sendiri,
saat pidato pembukaan menjelang pembacaan teks proklamasi kemerdekaan,
mengatakan bahwa meski sebenarnya kita bekerjasama dengan Jepang sebenarnya
kita percaya dan yakin serta mengandalkan kekuatan sendiri.
Ia aktif dalam usaha
persiapan kemerdekaan Indonesia, di antaranya adalah merumuskan Pancasila, UUD
1945 dan dasar dasar pemerintahan Indonesia termasuk merumuskan naskah
proklamasi Kemerdekaan. Ia sempat dibujuk untuk menyingkir ke Rengasdengklok
Peristiwa Rengasdengklok.
Pada tahun 1943, Perdana
Menteri Jepang Hideki Tojo mengundang tokoh Indonesia yakni Soekarno, Mohammad
Hatta dan Ki Bagoes Hadikoesoemo ke Jepang dan diterima langsung oleh Kaisar
Hirohito. Bahkan kaisar memberikan Bintang kekaisaran (Ratna Suci) kepada tiga
tokoh Indonesia tersebut. Penganugerahan Bintang itu membuat pemerintahan
pendudukan Jepang terkejut, karena hal itu berarti bahwa ketiga tokoh Indonesia
itu dianggap keluarga Kaisar Jepang sendiri. Pada bulan Agustus 1945, ia diundang
oleh Marsekal Terauchi, pimpinan Angkatan Darat wilayah Asia Tenggara di Dalat
Vietnam yang kemudian menyatakan bahwa proklamasi kemerdekaan Indonesia adalah
urusan rakyat Indonesia sendiri.
Namun keterlibatannya dalam
badan-badan organisasi bentukan Jepang membuat Soekarno dituduh oleh Belanda
bekerja sama dengan Jepang,antara lain dalam kasus romusha.
Soekarno bersama tokoh-tokoh nasional mulai mempersiapkan diri menjelang
Proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia. Setelah sidang Badan Penyelidik
Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia BPUPKI,Panitia Kecil yang terdiri dari
delapan orang (resmi), Panitia Kecil yang terdiri dari sembilan orang/Panitia
Sembilan (yang menghasilkan Piagam Jakarta) dan Panitia Persiapan Kemerdekaan
Indonesia PPKI, Soekarno-Hatta mendirikan Negara Indonesia berdasarkan
Pancasila dan UUD 1945.
Setelah menemui Marsekal
Terauchi di Dalat, Vietnam, terjadilah Peristiwa Rengasdengklok pada tanggal 16
Agustus 1945; Soekarno dan Mohammad Hatta dibujuk oleh para pemuda untuk
menyingkir ke asrama pasukan Pembela Tanah Air Peta Rengasdengklok. Tokoh
pemuda yang membujuk antara lain Soekarni, Wikana, Singgih serta Chairul Saleh.
Para pemuda menuntut agar Soekarno dan Hatta segera memproklamasikan
kemerdekaan Republik Indonesia, karena di Indonesia terjadi kevakuman
kekuasaan. Ini disebabkan karena Jepang sudah menyerah dan pasukan Sekutu belum
tiba. Namun Soekarno, Hatta dan para tokoh menolak dengan alasan menunggu
kejelasan mengenai penyerahan Jepang. Alasan lain yang berkembang adalah
Soekarno menetapkan moment tepat untuk kemerdekaan Republik Indonesia yakni
dipilihnya tanggal 17 Agustus 1945 saat itu bertepatan dengan bulan Ramadhan,
bulan suci kaum muslim yang diyakini merupakan bulan turunnya wahyu pertama
kaum muslimin kepada Nabi Muhammad SAW yakni Al Qur-an. Pada tanggal 18 Agustus
1945, Soekarno dan Mohammad Hatta diangkat oleh PPKI menjadi Presiden dan Wakil
Presiden Republik Indonesia. Pada tanggal 29 Agustus 1945 pengangkatan menjadi
presiden dan wakil presiden dikukuhkan oleh KNIP.Pada tanggal 19 September 1945
kewibawaan Soekarno dapat menyelesaikan tanpa pertumpahan darah peristiwa
Lapangan Ikada dimana 200.000 rakyat Jakarta akan bentrok dengan pasukan Jepang
yang masih bersenjata lengkap.
Pada saat kedatangan Sekutu
(AFNEI) yang dipimpin oleh Letjen. Sir Phillip Christison, Christison akhirnya
mengakui kedaulatan Indonesia secara de facto setelah mengadakan pertemuan
dengan Presiden Soekarno. Presiden Soekarno juga berusaha menyelesaikan krisis
di Surabaya. Namun akibat provokasi yang dilancarkan pasukan NICA (Belanda)
yang membonceng Sekutu. (dibawah Inggris) meledaklah Peristiwa 10 November 1945
di Surabaya dan gugurnya Brigadir Jendral A.W.S Mallaby.
Karena banyak provokasi di
Jakarta pada waktu itu, Presiden Soekarno akhirnya memindahkan Ibukota Republik
Indonesia dari Jakarta ke Yogyakarta. Diikuti wakil presiden dan pejabat tinggi
negara lainnya.
Kedudukan Presiden Soekarno
menurut UUD 1945 adalah kedudukan Presiden selaku kepala pemerintahan dan kepala
negara (presidensiil/single executive). Selama revolusi kemerdekaan,sistem
pemerintahan berubah menjadi semi-presidensiil/double executive. Presiden
Soekarno sebagai Kepala Negara dan Sutan Syahrir sebagai Perdana Menteri/Kepala
Pemerintahan. Hal itu terjadi karena adanya maklumat wakil presiden No X, dan
maklumat pemerintah bulan November 1945 tentang partai politik. Hal ini
ditempuh agar Republik Indonesia dianggap negara yang lebih demokratis.
Meski sistem pemerintahan
berubah, pada saat revolusi kemerdekaan, kedudukan Presiden Soekarno tetap
paling penting, terutama dalam menghadapi Peristiwa Madiun 1948 serta saat
Agresi Militer Belanda II yang menyebabkan Presiden Soekarno, Wakil Presiden
Mohammad Hatta dan sejumlah pejabat tinggi negara ditahan Belanda. Meskipun
sudah ada Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) dengan ketua
Sjafruddin Prawiranegara, tetapi pada kenyataannya dunia internasional dan
situasi dalam negeri tetap mengakui bahwa Soekarno-Hatta adalah pemimpin
Indonesia yang sesungguhnya, hanya kebijakannya yang dapat menyelesaikan
sengketa Indonesia-Belanda.
Setelah Pengakuan Kedaulatan (Pemerintah Belanda menyebutkan sebagai Penyerahan
Kedaulatan), Presiden Soekarno diangkat sebagai Presiden Republik Indonesia
Serikat (RIS) dan Mohammad Hatta diangkat sebagai perdana menteri RIS. Jabatan
Presiden Republik Indonesia diserahkan kepada Mr Assaat, yang kemudian dikenal
sebagai RI Jawa-Yogya. Namun karena tuntutan dari seluruh rakyat Indonesia yang
ingin kembali ke negara kesatuan, maka pada tanggal 17 Agustus 1950, RIS
kembali berubah menjadi Republik Indonesia dan Presiden Soekarno menjadi
Presiden RI. Mandat Mr Assaat sebagai pemangku jabatan Presiden RI diserahkan
kembali kepada Ir. Soekarno. Resminya kedudukan Presiden Soekarno adalah
presiden konstitusional, tetapi pada kenyataannya kebijakan pemerintah
dilakukan setelah berkonsultasi dengannya.
Mitos Dwitunggal
Soekarno-Hatta cukup populer dan lebih kuat dikalangan rakyat dibandingkan
terhadap kepala pemerintahan yakni perdana menteri. Jatuh bangunnya kabinet
yang terkenal sebagai “kabinet seumur jagung” membuat Presiden Soekarno kurang
mempercayai sistem multipartai, bahkan menyebutnya sebagai “penyakit
kepartaian”. Tak jarang, ia juga ikut turun tangan menengahi konflik-konflik di
tubuh militer yang juga berimbas pada jatuh bangunnya kabinet. Seperti
peristiwa 17 Oktober 1952 dan Peristiwa di kalangan Angkatan Udara.
Presiden Soekarno juga
banyak memberikan gagasan-gagasan di dunia Internasional. Keprihatinannya
terhadap nasib bangsa Asia-Afrika, masih belum merdeka, belum mempunyai hak
untuk menentukan nasibnya sendiri, menyebabkan presiden Soekarno, pada tahun
1955, mengambil inisiatif untuk mengadakan Konferensi Asia-Afrika di Bandung
yang menghasilkan Dasa Sila. Bandung dikenal sebagai Ibu Kota Asia-Afrika.
Ketimpangan dan konflik akibat “bom waktu” yang ditinggalkan negara-negara
barat yang dicap masih mementingkan imperialisme dan kolonialisme, ketimpangan
dan kekhawatiran akan munculnya perang nuklir yang mengubah peradaban,
ketidakadilan badan-badan dunia internasional dalam pemecahan konflik juga
menjadi perhatiannya. Bersama Presiden Josip Broz Tito (Yugoslavia), Gamal
Abdel Nasser (Mesir), Mohammad Ali Jinnah (Pakistan), U Nu, (Birma) dan
Jawaharlal Nehru (India) ia mengadakan Konferensi Asia Afrika yang membuahkan
Gerakan Non Blok. Berkat jasanya itu, banyak negara-negara Asia Afrika yang
memperoleh kemerdekaannya. Namun sayangnya, masih banyak pula yang mengalami
konflik berkepanjangan sampai saat ini karena ketidakadilan dalam pemecahan
masalah, yang masih dikuasai negara-negara kuat atau adikuasa. Berkat jasa ini
pula, banyak penduduk dari kawasan Asia Afrika yang tidak lupa akan Soekarno
bila ingat atau mengenal akan Indonesia.
Guna menjalankan politik
luar negeri yang bebas-aktif dalam dunia internasional, Presiden Soekarno
mengunjungi berbagai negara dan bertemu dengan pemimpin-pemimpin negara. Di
antaranya adalah Nikita Khruschev (Uni Soviet), John Fitzgerald Kennedy
(Amerika Serikat), Fidel Castro (Kuba), Mao Tse Tung (RRC).
Situasi politik Indonesia menjadi tidak menentu
setelah enam jenderal dibunuh dalam peristiwa yang dikenal dengan sebutan
Gerakan 30 September atau G30S pada 1965. Pelaku sesungguhnya dari peristiwa
tersebut masih merupakan kontroversi walaupun PKI dituduh terlibat di dalamnya.
Kemudian massa dari KAMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia) dan KAPI (Kesatuan
Aksi Pelajar Indonesia) melakukan aksi demonstrasi dan menyampaikan Tri
Tuntutan Rakyat (Tritura) yang salah satu isinya meminta agar PKI
dibubarkan.[10] Namun, Soekarno menolak untuk membubarkan PKI karena
bertentangan dengan pandangan Nasakom (Nasionalisme, Agama, Komunisme). Sikap
Soekarno yang menolak membuabarkan PKI kemudian melemahkan posisinya dalam
politik.
Lima bulan kemudian,
dikeluarkanlah Surat Perintah Sebelas Maret yang ditandatangani oleh Soekarno.
Isi dari surat tersebut merupakan perintah kepada Letnan Jenderal Soeharto
untuk mengambil tindakan yang perlu guna menjaga keamanan pemerintahan dan keselamatan
pribadi presiden. Surat tersebut lalu digunakan oleh Soeharto yang telah
diangkat menjadi Panglima Angkatan Darat untuk membubarkan PKI dan
menyatakannya sebagai organisasi terlarang. Kemudian MPRS pun mengeluarkan dua
Ketetapannya, yaitu TAP No. IX/1966 tentang pengukuhan Supersemar menjadi TAP
MPRS dan TAP No. XV/1966 yang memberikan jaminan kepada Soeharto sebagai
pemegang Supersemar untuk setiap saat menjadi presiden apabila presiden
berhalangan.
Soekarno kemudian
membawakan pidato pertanggungjawaban mengenai sikapnya terhadap peristiwa G30S
pada Sidang Umum ke-IV MPRS. Pidato tersebut berjudul “Nawaksara” dan dibacakan
pada 22 Juni 1966. MPRS kemudian meminta Soekarno untuk melengkapi pidato
tersebut. Pidato “Pelengkap Nawaskara” pun disampaikan oleh Soekarno pada 10
Januari 1967 namun kemudian ditolak oleh MPRS pada 16 Februari tahun yang sama.
Hingga akhirnya pada 20
Februari 1967 Soekarno menandatangani Surat Pernyataan Penyerahan Kekuasaan di
Istana Merdeka. Dengan ditandatanganinya surat tersebut maka Soeharto de facto
menjadi kepala pemerintahan Indonesia. Setelah melakukan Sidang Istimewa maka
MPRS pun mencabut kekuasaan Presiden Soekarno, mencabut gelar Pemimpin Besar
Revolusi dan mengangkat Soeharto sebagai Presiden RI hingga diselenggarakan
pemilihan umum berikutnya.
4. SOEKARNO SAKIT HINGGA
MENINGGAL
Kesehatan Soekarno sudah mulai menurun sejak
bulan Agustus 1965. Sebelumnya, ia telah dinyatakan mengidap gangguan ginjal
dan pernah menjalani perawatan di Wina, Austria tahun 1961 dan 1964. Prof. Dr.
K. Fellinger dari Fakultas Kedokteran Universitas Wina menyarankan agar ginjal
kiri Soekarno diangkat tetapi ia menolaknya dan lebih memilih pengobatan
tradisional. Ia masih bertahan selama 5 tahun sebelum akhirnya meninggal pada
hari Minggu, 21 Juni 1970 di RSPAD (Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat) Gatot
Subroto, Jakarta dengan status sebagai tahanan politik. Jenazah Soekarno pun
dipindahkan dari RSPAD ke Wisma Yasso yang dimiliki oleh Ratna Sari Dewi.
Sebelum dinyatakan wafat, pemeriksaan rutin terhadap Soekarno sempat dilakukan
oleh Dokter Mahar Mardjono yang merupakan anggota tim dokter kepresidenan.
Tidak lama kemudian dikeluarkanlah komunike medis yang ditandatangani oleh
Ketua Prof. Dr. Mahar Mardjono beserta Wakil Ketua Mayor Jenderal Dr. (TNI AD)
Rubiono Kertopati.
Komunike medis tersebut menyatakan hal sebagai berikut:
1. Pada hari Sabtu tanggal 20 Juni 1970 jam 20.30 keadaan kesehatan Ir.
Soekarno semakin memburuk dan kesadaran berangsur-angsur menurun.
2. Tanggal 21 Juni 1970 jam 03.50 pagi, Ir. Soekarno dalam keadaan tidak sadar
dan kemudian pada jam 07.00 Ir. Soekarno meninggal dunia.
3. Tim dokter secara terus-menerus berusaha mengatasi keadaan kritis Ir.
Soekarno hingga saat meninggalnya.
Walaupun Soekarno pernah
meminta agar dirinya dimakamkan di Istana Batu Tulis, Bogor, namun pemerintah
memilih Kota Blitar, Jawa Timur, sebagai tempat pemakaman Soekarno. Hal
tersebut ditetapkan lewat Keppres RI No. 44 tahun 1970. Jenazah Soekarno dibawa
ke Blitar sehari setelah kematiannya dan dimakamkan keesokan harinya
bersebelahan dengan makam ibunya. Upacara pemakaman Soekarno dipimpin oleh
Panglima ABRI Jenderal M. Panggabean sebagai inspektur upacara. Pemerintah
kemudian menetapkan masa berkabung selama tujuh hari.
5. PENINGGALAN PRESIDEN
SOEKARNO
Dalam rangka memperingati 100 tahun kelahiran Soekarno pada 6 Juni 2001, maka
Kantor Filateli Jakarta menerbitkan perangko “100 Tahun Bung Karno”.[8]
Perangko yang diterbitkan merupakan empat buah perangko berlatarbelakang
bendera Merah Putih serta menampilkan gambar diri Soekarno dari muda hingga
ketika menjadi Presiden Republik Indonesia. Perangko pertama memiliki nilai
nominal Rp500 dan menampilkan potret Soekarno pada saat sekolah menengah. Yang
kedua bernilai Rp800 dan gambar Soekarno ketika masih di perguruan tinggi tahun
1920an terpampang di atasnya. Sementara itu, perangko yang ketiga memiliki
nominal Rp. 900 serta menunjukkan foto Soekarno saat proklamasi kemerdekaan RI.
Perangko yang terakhir memiliki gambar Soekarno ketika menjadi Presiden dan
bernominal Rp. 1000. Keempat perangko tersebut dirancang oleh Heri Purnomo dan
dicetak sebanyak 2,5 juta set oleh Perum Peruri. Selain perangko, Divisi
Filateli PT Pos Indonesia menerbitkan juga lima macam kemasan perangko, album
koleksi perangko, empat jenis kartu pos, dua macam poster Bung Karno serta tiga
desain kaus Bung Karno.
Perangko yang menampilkan
Soekarno juga diterbitkan oleh Pemerintah Kuba pada tanggal 19 Juni 2008.
Perangko tersebut menampilkan gambar Soekarno dan presiden Kuba Fidel Castro.
Penerbitan itu bersamaan dengan ulang tahun ke-80 Fidel Castro dan peringatan
kunjungan Presiden Indonesia, Soekarno, ke Kuba.
Nama Soekarno pernah
diabadikan sebagai nama sebuah gelanggang olahraga pada tahun 1958. Bangunan
tersebut, yaitu Gelanggang Olahraga Bung Karno, didirikan sebagai sarana
keperluan penyelenggaraan Asian Games IV tahun 1962 di Jakarta. Pada masa Orde
Baru, komplek olahraga ini diubah namanya menjadi Gelora Senayan. Tapi sesuai
keputusan Presiden Abdurrahman Wahid, Gelora Senayan kembali pada nama awalnya
yaitu Gelanggang Olahraga Bung Karno. Hal ini dilakukan dalam rangka mengenang
jasa Bung Karno.
Setelah kematiannya, beberapa
yayasan dibuat atas nama Soekarno. Dua di antaranya adalah Yayasan Pendidikan
Soekarno dan Yayasan Bung Karno. Yayasan Pendidikan Soekarno adalah organisasi
yang mencetuskan ide untuk membangun universitas dengan pemahaman yang
diajarkan Bung Karno. Yayasan ini dipimpin oleh Rachmawati Soekarnoputri, anak
ketiga Soekarno dan Fatmawati. Pada tahun 25 Juni 1999 Presiden Bacharuddin
Jusuf Habibie meresmikan Universitas Bung Karno yang secara resmi meneruskan
pemikiran Bung Karno, Nation and Character Building kepada
mahasiswa-mahasiswanya.
Sementara itu, Yayasan Bung
Karno memiliki tujuan untuk mengumpulkan dan melestarikan benda-benda seni
maupun non-seni kepunyaan Soekarno yang tersebar di berbagai daerah di
Indonesia. Yayasan tersebut didirikan pada tanggal 1 Juni 1978 oleh delapan
putra-putri Soekarno yaitu Guntur Soekarnoputra, Megawati Soekarnoputri,
Rachmawati Soekarnoputri, Sukmawati Soekarnoputri, Guruh Soekarnoputra, Taufan
Soekarnoputra, Bayu Soekarnoputra dan Kartika Sari Dewi Soekarno. Di tahun
2003, Yayasan Bung Karno membuka stan di Arena Pekan Raya Jakarta.[8] Di stan
tersebut ditampilkan video pidato Soekarno berjudul “Indonesia Menggugat” yang
disampaikan di Gedung Landraad tahun 1930 serta foto-foto semasa Soekarno
menjadi presiden.[8] Selain memperlihatkan video dan foto, berbagai cinderamata
Soekarno dijual di stan tersebut. Diantaranya adalah kaus, jam emas, koin emas,
CD berisi pidato Soekarno serta kartu pos Soekarno.
Seseorang yang bernama
Soenuso Goroyo Sukarno mengaku memiliki harta benda warisan Soekarno. Soenuso
mengaku merupakan mantan sersan dari Batalyon Artileri Pertahanan Udara
Sedang.[8] Ia pernah menunjukkan benda-benda yang dianggapnya sebagai warisan
Soekarno itu kepada sejumlah wartawan di rumahnya di Cileungsi, Bogor.
Benda-benda tersebut antara lain adalah sebuah lempengan emas kuning murni 24
karat yang terdaftar dalam register emas JM London, emas putih dengan cap tapal
kuda JM Mathey London serta plakat logam berwarna kuning dengan tulisan ejaan
lama berupa deposito hibah. Selain itu terdapat pula uang UBCN (Brasil) dan
Yugoslavia serta sertifikat deposito obligasi garansi di Bank Swiss dan Bank
Netherland.[8] Meskipun emas yang ditunjukkan oleh Soenuso bersertifikat namun
belum ada pakar yang memastikan keaslian dari emas tersebut.
6. PENGHARGAAN PRESIDEN IR.
SOEKARNO
Semasa hidupnya, Soekarno mendapatkan gelar
Doktor Honoris Causa dari 26 universitas di dalam dan luar negeri. Perguruan
tinggi dalam negeri yang memberikan gelar kehormatan kepada Soekarno antara lain
adalah Universitas Gajah Mada, Universitas Indonesia, Institut Teknologi
Bandung, Universitas Padjadjaran, Universitas Hasanuddin dan Institut Agama
Islam Negeri Jakarta. Sementara itu, Columbia University (Amerika Serikat),
Berlin University (Jerman), Lomonosov University (Rusia) dan Al-Azhar
University (Mesir) merupakan beberapa universitas luar negeri yang
menganugerahi Soekarno dengan gelar Doktor Honoris Causa.
Pada bulan April 2005,
Soekarno yang sudah meninggal selama 104 tahun mendapatkan penghargaan dari
Presiden Afrika Selatan Thabo Mbeki. Penghargaan tersebut adalah penghargaan
bintang kelas satu The Order of the Supreme Companions of OR Tambo yang
diberikan dalam bentuk medali, pin, tongkat, dan lencana yang semuanya dilapisi
emas. Soekarno mendapatkan penghargaan tersebut karena dinilai telah
mengembangkan solidaritas internasional demi melawan penindasan oleh negara
maju serta telah menjadi inspirasi bagi rakyat Afrika Selatan dalam melawan
penjajahan dan membebaskan diri dari apartheid. Acara penyerahan penghargaan
tersebut dilaksanakan di Kantor Kepresidenan Union Buildings di Pretoria dan
dihadiri oleh Megawati Soekarnoputri yang mewakili ayahnya dalam menerima
penghargaan.