Biografi chairil anwar
Chairil
Anwar adalah penyair terkemuka indonesia yang dilahirkan di Medan 89
tahun yang lalu. Sosok penyair ini sangat di kagumi oleh masyarakat indonesia
khususnya, dengan berbagai karya-karyanya yang sangat populer. Namun, Tuhan
memberikan umur yang terbilang muda pada penyair asal medan tersebut, karena
pada usianya yang ke 26, Chairil Anwar meninggal dunia. Semoga arwah beliau di
terima di sisi-Nya. Amien.
Chairil Anwar dengan
karyanya yang berjudul “Aku” membuat dirinya terkenal sebagai “Si Binatang
Jalang“. Bersama teman-teman penyair lainnya, seperti Asrul Sani dan Rivai
Apin, ia dinobatkan oleh H.B. Jassin sebagai pelopor Angkatan ’45 dan puisi
modern indonesia.
Lalu apa saja karya-karya
yang sudah di ciptakan oleh penyair muda tersebut? serta bagaimanakah
perjalanan hidup chairil anwar dari masa kecil hingga masa remaja serta akhir
hidup chairil Anwar? Berikut duniabaca.com kutip dari wikipedia bahasa
indonesia, ensiklopedia bebas untuk kita pelajari bersama
tentang biografi lengkap chairil Anwar.
Chairil
Anwar Dilahirkan di Medan, Chairil Anwar merupakan anak tunggal. Ayahnya
bernama Toeloes, mantan bupati Kabupaten Indragiri Riau, berasal dari Taeh
Baruah, Limapuluh Kota, Sumatra Barat. Sedangkan ibunya Saleha, berasal dari
Situjuh, Limapuluh Kota. Dia masih punya pertalian keluarga dengan Sutan
Sjahrir, Perdana Menteri pertama Indonesia.
Chairil masuk sekolah
Hollandsch-Inlandsche School (HIS), sekolah dasar untuk orang-orang pribumi
waktu masa penjajahan Belanda. Dia kemudian meneruskan pendidikannya di Meer
Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO), sekolah menengah pertama Hindia Belanda,
tetapi dia keluar sebelum lulus. Dia mulai untuk menulis sebagai seorang remaja
tetapi tak satupun puisi awalnya yang ditemukan.
Pada usia sembilan belas
tahun, setelah perceraian orang-tuanya, Chairil pindah dengan ibunya ke Jakarta
di mana dia berkenalan dengan dunia sastra. Meskipun pendidikannya tak selesai,
Chairil menguasai bahasa Inggris, bahasa Belanda dan bahasa Jerman, dan dia
mengisi jam-jamnya dengan membaca karya-karya pengarang internasional ternama,
seperti: Rainer M. Rilke, W.H. Auden, Archibald MacLeish, H. Marsman, J.
Slaurhoff dan Edgar du Perron. Penulis-penulis ini sangat memengaruhi
tulisannya dan secara tidak langsung memengaruhi puisi tatanan kesusasteraan
Indonesia.
Nama
Chairil mulai terkenal dalam dunia sastera setelah pemuatan tulisannya di
“Majalah Nisan” pada tahun 1942, pada saat itu dia baru berusia dua puluh
tahun. Hampir semua puisi-puisi yang dia tulis merujuk pada kematian. Chairil
ketika menjadi penyiar radio Jepang di Jakarta jatuh cinta pada Sri Ayati
tetapi hingga akhir hayatnya Chairil tidak memiliki keberanian untuk
mengungkapkannya. Puisi-puisinya beredar di atas kertas murah selama masa pendudukan
Jepang di Indonesia dan tidak diterbitkan hingga tahun 1945.
Semua tulisannya yang asli,
modifikasi, atau yang diduga diciplak dikompilasi dalam tiga buku : Deru Campur
Debu (1949); Kerikil Tajam Yang Terampas dan Yang Putus (1949); dan Tiga
Menguak Takdir (1950, kumpulan puisi dengan Asrul Sani dan Rivai Apin).
Vitalitas
puitis Chairil tidak pernah diimbangi kondisi fisiknya, yang bertambah lemah
akibat gaya hidupnya yang semrawut. Sebelum dia bisa menginjak usia dua puluh tujuh
tahun, dia sudah kena sejumlah penyakit. Chairil Anwar meninggal dalam usia
muda karena penyakit TBC Dia dikuburkan di Taman Pemakaman Umum Karet Bivak,
Jakarta. Makamnya diziarahi oleh ribuan pengagumnya dari zaman ke zaman. Hari
meninggalnya juga selalu diperingati sebagai Hari Chairil Anwar.
Deru Campur Debu (1949)
Kerikil Tajam dan Yang
Terampas dan Yang Putus (1949)
Tiga Menguak Takdir (1950)
(dengan Asrul Sani dan Rivai Apin)
“Aku Ini Binatang Jalang:
koleksi sajak 1942-1949″,
disunting oleh Pamusuk Eneste, kata penutup oleh Sapardi Djoko Damono (1986)
Derai-derai Cemara (1998)
Pulanglah Dia Si Anak
Hilang (1948), terjemahan karya Andre Gide
Kena Gempur (1951),
terjemahan karya John Steinbeck
Chairil Anwar: memperingati
hari 28 April 1949, diselenggarakan oleh Bagian Kesenian Djawatan Kebudajaan,
Kementerian Pendidikan, Pengadjaran dan Kebudajaan (Djakarta, 1953)
Boen S. Oemarjati, “Chairil
Anwar: The Poet and his Language” (Den Haag: Martinus Nijhoff, 1972).
Abdul Kadir Bakar,
“Sekelumit pembicaraan tentang penyair Chairil Anwar” (Ujung Pandang: Lembaga
Penelitian dan Pengembangan Ilmu-Ilmu Sastra, Fakultas Sastra, Universitas
Hasanuddin, 1974)
S.U.S. Nababan, “A
Linguistic Analysis of the Poetry of Amir Hamzah and Chairil Anwar” (New York,
1976)
Arief Budiman, “Chairil
Anwar: Sebuah Pertemuan” (Jakarta: Pustaka Jaya, 1976)
Robin Anne Ross, Some
Prominent Themes in the Poetry of Chairil Anwar, Auckland, 1976
H.B. Jassin, “Chairil
Anwar, pelopor Angkatan ’45, disertai kumpulan hasil tulisannya”, (Jakarta:
Gunung Agung, 1983)
Husain Junus, “Gaya bahasa
Chairil Anwar” (Manado: Universitas Sam Ratulangi, 1984)
Rachmat Djoko Pradopo,
“Bahasa puisi penyair utama sastra Indonesia modern” (Jakarta: Pusat Pembinaan
dan Pengembangan Bahasa, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1985)
Sjumandjaya, “Aku:
berdasarkan perjalanan hidup dan karya penyair Chairil Anwar (Jakarta:
Grafitipers, 1987)
Pamusuk Eneste, “Mengenal
Chairil Anwar” (Jakarta: Obor, 1995)
Zaenal Hakim, “Edisi kritis
puisi Chairil Anwar” (Jakarta: Dian Rakyat, 1996)
0 komentar:
Posting Komentar